TEORI GEOPOLITIK
A. Pengertian
Geopolitik
diartikan sebagai sistem politik atau peraturan-peraturan dalam wujud
kebijaksanaan dan strategi nasional yang didorong oleh aspirasi nasional
geografik (kepentingan yang titik beratnya terletak pada pertimbangan
geografi, wilayah atau territorial dalam arti luas) suatu Negara, yang
apabila dilaksanakan dan berhasil akan berdampak langsung kepada system
politik suatu Negara. Sebaliknya, politik Negara itu secara langsung
akan berdampak pada geografi Negara yang bersangkutan. Geopolitik
bertumpu pada geografi sosial (hukum geografis), mengenai situasi,
kondisi, atau konstelasi geografi dan segala sesuatu yang dianggap
relevan dengan karakteristik geografi suatu Negara.
Sebagai
Negara kepulauan, dengan masyarakat yang berbhinneka, Negara Indonesia
memiliki unsur-unsur kekuatan sekaligus kelemahan. Kekuatannya terletak
pada posisi dan keadaan geografi yang strategis dan kaya sumber daya
alam. Sementara kelemahannya terletak pada wujud kepulauan dan
keanekaragaman masyarakat yang harus disatukan dalam satu bangsa dan
satu tanah air, sebagaimana telah diperjuangkan oleh para pendiri Negara
ini. Dorongan kuat untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan Indonesia
tercermin pada momentum sumpah pemuda tahun 1928 dan kemudian
dilanjutkan dengan perjuangan kemerdekaan yang puncaknya terjadi pada
saat proklamasi kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
Penyelenggaraan
Negara kesatuan Republik Indonesia sebagai system kehidupan nasional
bersumber dari dan bermuara pada landasan ideal pandangan hidup dan
konstitusi Undang-Undang Dasar 1945. dalam pelaksanaannya bangsa
Indonesia tidak bebas dari pengaruh interaksi dan interelasi dengan
lingkungan sekitarnya, baik lingkungan regional maupun internasional.
Dalam hal ini bangsa Indonesia perlu memiliki prinsip-prinsip dasar
sebagai pedoman agar tidak terombang-ambing dalam memperjuangkan
kepentingan nasional untuk mencapai cita-cita dan tujuan nasionalnya.
Salah satu pedoman bangsa Indonesia adalah wawasan nasional yang
berpijak pada wujud wilayah nusantara sehingga disebut dengan wawasan
nusantara. Kepentingan nasional yang mendasar bagi bangsa Indonesia
adalah upaya menjamin persatuan dan kesatuan wilayah, bangsa, dan
segenap aspek kehidupan nasionalnya. Karena hanya dengan upaya inilah
bangsa dan Negara Indonesia dapat tetap eksis dan dapat melanjutkan
perjuangan menuju masyarakat yang dicita-citakan.
Oleh karena
itu, wawasan nusantara adalah geopolitik Indonesia. Hal ini dipahami
berdasarkan pengertian bahwa dalam wawasan nusantara terkandung konsepsi
geopolitik Indonesia, yaitu unsur ruang, yang kini berkembang tidak
saja secara fisik geografis, melainkan dalam pengertian secara
keseluruhan (Suradinata; Sumiarno: 2005).
B. Pengertian Wawasan Nusantara
Istilah
wawasan berasal dari kata ‘wawas’ yang berarti pandangan, tinjauan,
atau penglihatan indrawi. Akar kata ini membentuk kata ‘mawas’ yang
berarti memandang, meninjau, atau melihat, atau cara melihat.sedangkan
istilah nusantara berasal dari kata ‘nusa’ yang berarti diapit diantara
dua hal. Istilah nusantara dipakai untuk menggambarkan kesatuan wilayah
perairan dan gugusan pulau-pulau Indonesia yang terletak diantara
samudra Pasifik dan samudra Indonesia, serta diantara benua Asia dan
benua Australia.
Secara umum wawasan nasional berarti cara
pandang suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya yang dijabarkan dari
dasar falsafah dan sejarah bangsa itu sesuai dengan posisi dan kondisi
geografi negaranya untuk mencapai tujuan atau cita-cita nasionalnya.
Sedangkan wawasan nusantara memiliki arti cara pandang bangsa Indonesia
tentang diri dan lingkungannya berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945 serta sesuai dengan geografi wilayah nusantara yang menjiwai
kehidupan bangsa dalam mencapai tujuan dan cita-cita nasionalnya.
C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Wawasan Nusantara
1. Wilayah (Geografi)
a. Asas Kepulauan (Archipelagic Principle)
Kata
‘Archipelago’ dan ‘Archipelagic’ berasal dari kata Italia
‘Archipelagos’. Akar katanya adalah ‘archi’ yang berarti terpenting,
terutama, dan ‘pelagos’ berarti laut atau wilayah lautan. Jadi,
‘Archipelago’ berarti lautan terpenting.
Istilah ‘Archipelago’
adalah wilayah lautan dengan pulau-pulau di dalamnya. Arti ini kemudian
menjadi pulau-pulau saja tanpa menyebut unsur lautnya sebagai akibat
penyerapan bahasa barat, sehingga Archipelago selalu diartikan kepulauan
atau kumpulan pulau.
Lahirnya asas Archipelago mengandung
pengertian bahwa pulau-pulau tersebut selalu dalam kesatuan utuh,
sementara tempat unsure perairan atau lautan antara pulau-pulau
berfungsi sebagai unsur penghubung dan bukan unsur pemisah. Asas dan
wawasan kepulauan ini dijumpai dalam pengertian the Indian Archipelago.
Kata Archipelago pertama kali dipakai oleh Johan Crawford dalam bukunya
the history of Indian Archipelago (1820). Kata Indian Archipelago
diterjemahkan kedalam bahasa Belanda Indische Archipel yang semula
ditafsirkan sebagai wilayah Kepulauan Andaman sampai Marshanai.
b. Kepulauan Indonesia
Bagian
wilayah Indische Archipel yang dikuasai Belanda dinamakan Nederlandsch
oostindishe Archipelago. Itulah wilayah jajahan Belanda yang kemudian
menjadi wilayah Negara Republik Indonesia. Sebagai sebutan untuk
kepulauan ini sudah banyak nama yang dipakai, yaitu ‘Hindia Timur’,
‘Insulinde’ oleh Multatuli, ‘nusantara’. ‘indonesia’ dan ‘Hindia
Belanda’ (Nederlandsch-Indie) pada masa penjajahan Belanda. Bangsa
Indonesia sangat mencintai nama ‘Indonesia’ meskipun bukan dari
bahasanya sendiri, tetapi ciptaan orang barat. Nama Indonesia mengandung
arti yang tepat, yaitu kepulauan Indonesia. Dalam bahasa Yunani, ‘Indo’
berarti India dan ‘nesos’ berarti pulau. Indonesia mengandung makna
spiritual yang didalamnya terasa ada jiwa perjuangan menuju cita-cita
luhur, Negara kesatuan, kemerdekaan dan kebebasan.
c. Konsepsi tentang Wilayah Indonesia
Dalam
perkembangan hukum laut internasional dikenal beberapa konsepsi
mengenai pemilikan dan penggunaan wilayah laut sebagai berikut :
1. Res Nullius, menyatakan bahwa laut itu tidak ada yang memilikinya.
2.
res Cimmunis, menyatakan bahwa laut itu adalah milik masyarakat dunia
karena itu tidak dapat dimiliki oleh masing-m,asing Negara
3. Mare Liberum, menyatakan bahwa wilayah laut adalah bebas untuk semua bangsa
4.
Mare Clausum (the right and dominion of the sea), menyatakan bahwa
hanya laut sepanjang pantai saja yang dimiliki oleh suatu Negara sejauh
yang dapat dikuasai dari darat (waktu itu kira-kira sejauh tiga mil)
5. Archipelagic State Pinciples (Asas Negara Kepulauan) yang menjadikan dasar konvensi PBB tentang hokum laut.
Saat
ini Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United Nation Convention on the
Law of the sea UNCLOS) mengakui adanya keinginan untuk membentuk tertib
hokum laut dan samudra yang dapat memudahkan komunikasi internasional
dan memajukan penggunaan laut dan samudra secara damai. Di samping itu
ada keinginan pula untuk mendayagunakan kekayaan alamnya secara adil dan
efesien, konservasi dan pengkajian hayatinya, serta perlindungan
lingkungan laut.
Sesuai dengan hukum laut Internasional, secara
garis besar Indonesia sebagai Negara kepulauan memiliki Teritorial,
Perairan Pedalaman, Zona Ekonomi Eksklusif, dan Landasan Kontinental.
Masing-masing dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Negara
kepulauan adalah suatu Negara yang seluruhnya terdiri atas satu atau
lebih kepulauan dapat mencakup pulau-pulau lain. Pengertian kepulauan
adalah gugusan pulau, termasuk bagian pulau, perairan diantaranya dan
lain-lain wujud alamiah yang hubungannya satu sama lain demikian erat
sehingga pulau-pulau perairan dan wujud alamiah lainnya merupakan satu
kesatuan geografi, ekonomi dan politik yang hakiki, atau yang secara
histories dianggap demikian.
2. laut territorial adalah salah
satu wilayah laut yang lebarnya tidak melebihi 12 nil laut diukur dari
garis pangkal, sedangkan garis pangkal adalah garis air surut terendah
sepanjang pantai, seperti yang terlihat pada peta laut skala besar yang
berupa garis yang menghubungkan titik-titik terluar dari dua pulau
dengan batasan-batasan tertentu sesuai konvensi ini. Kedaulatan suatu
Negara pantai mencakup daratan, perairan pedalaman dan laut territorial
tersebut.
3. perairan pedalaman adalah wilayah sebelah dalam daratan atau sebelah dalam dari garis pangkal.
4.
zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) tidak boleh melebihi 200 mil laut dari
garis pangkal. Di dalam ZEE Negara yang bersangkutan memiliki hak
berdaulat untuk keperluan eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan
pengelolaan sumber daya alam hayati dari perairan.
5. landasan
kontinen suatu Negara berpantai meliputi dasar laut dan tanah dibawahnya
yang terletak di luar laut teritorialnya sepanjang merupakan kelanjutan
alamiah wilayah daratannya. Jarak 200 mil laut dari garis pangkal atau
dapat lebih dari itu dengan tidak melebihi 350 mil, tidak boleh melebihi
100 mil dari garis batas kedalaman dasar laut sedalam 2500 m.
d. Karakteristik Wilayah Nusantara
Nusantara
berarti Kepulauan Indonesia yang terletak diantara benua Asia dan benua
Australia dan diantara samudra Pasifik dan Samudra Hindia, yang terdiri
dari sekitar 17.508 pulau besar maupun kecil. Jumlah pulau yang sudah
memiliki nama adalah 6.044 buah. Kepulauan Indonesia terletak pada
batas-batas astronomi sebagai berikut :
Utara : 60 08’ LU
Selatan : 110 15’ LS
Barat : 940 45’ BT
Timur : 1410 05’ BT
Jarak
utara selatan sekitar 1.888 km, sedangkan jarak barat timur sekitar
5.110 km. bila diproyeksikan pada peta benua Eropa, maka jarak barat
timur tersebut sama dengan jarak antara London dengan Ankara, Turki.
Bila diproyeksikan pada peta Amerika Serikat, maka jarak teresbut sama
dengan jarak antara pantai barat dan pantai timur Amerika Serikat.
Luas
wilayah Indonesia seluruhnya adalah 5.193.250 km2, yang terdiri atas
daratan seluas 2.027.087 km2 dan perairan 127.166.163 km2. luas wilayah
daratan Indonesia jika dibandingkan dengan Negara-negara Asia Tenggara
merupakan yang terluas.
2. Geopolitik dan Geostrategi
a. Geopolitik
1). Asal istilah Geopolitik
Istilah
geopolitik semula diartikan oleh Frederic Ratzel (1844-1904) sebagai
ilmu bumi politik (Political Geogrephy). Istilah ini kemudian
dikembangkan dan diperluas oleh sarjaan ilmu politik Swedia, Rudolph
Kjellen (1864-1922) dan Karl Haushofer (1869-1964)dari Jerman menjadi
Geographical Politic dan disingkat Geopolitik. Perbedaan dari dau
istilah di atas terletak pada titik perhatian dan tekanannya, apakah
pada bidang geografi ataukah politik. Ilmu bumi politik (Political
Geography) mempelajari fenomena geografi dari aspek politik, sedangkan
geopolitik mempelajari fenomena politik dari aspek geography.
Geopolitik
memaparkan dasar pertimbangan dalam menentukan alternative
kebijaksanaan nasional untuk mewujudkan tujuan tertentu. Prinsip-prinsip
dalam heopolitik menjadi perkembangan suatu wawasan nasional.
Pengertian geopolitik telah dipraktekan sejak abad XIX, tetapi
pengertiannya baru tumbuh pada awal abad XX sebagai ilmu penyelenggaraan
Negara yang setiap kebijakannya dikaitkan dengan masalah-masalah
geografi wilayah yang menjadi tempat tinggal suatu bangsa.
2). Pandangan Ratzel dan kjellen
Frederich
Ratzel pada akhir abad ke-19 mengembangkan kajian geografi politik
dengan dasar pandangan bahwa Negara adalah mirip organisme atau makhluk
hidup. Dia memandang Negara dari sudut konsep ruang. Negara adalah ruang
yang ditempati oleh kelompok masyarakat politik (bangsa). Bangsa dan
Negara terikat hokum alam. Jika bangsa dan Negara ingin tetap eksis dan
berkembang, maka harus diberlakukan hokum ekspansi (pemekaran wilayah).
Disamping
itu Rudolph Kjellen berpendapat bahwa Negara adalah organisme yang
harus memiliki intelektual. Nagara merupakan system politik yang
mencakup geopolitik, ekonomi politik, kratopolitik, dan sosiopolitik.
Kjellen juga mengajukan paham ekspansionisme dalam rangka untuk
mempertahankan Negara dan mengembangkannya. Selanjutnya dia mengajukan
langkah strategis untuk memperkuat negaradengan memulai pembangunan
kekuatan daratan (kontinental) dan diikuti dengan pembangunan kekuasaan
bahari (maritim).
Pandangan Ratzel dan Kjellen hampir sama.
Mereka memandang pertumbuhan Negara mirip dengan pertumbuhan organisme
(makhluk hidup). Oleh karena itu Negara memerlukan ruang hidup
(lebensraum), serta mengenal proses lahir, tumbuh, mempertahankan hidup,
menyusut dan mati. Mereka juga mengajukan paham ekspansionisme yang
kemudian melahirkan ajaran adu kekuatan (Power Politics atau Theory of
Power).
3) . Pandangan Haushofer
Pandangan demikian ini
semakin jelas pada pemikiran Karl Haushofer yang pada masa itu mewarnai
geopolitik Nazi Jerman dibawah pimpinan Hitler. Pemikiran Haushofer
disamping berisi paham ekspansionisme juga mengandung ajaran rasialisme,
yang menyatakan bahwa ras Jerman adalah ras paling unggul yang harus
dapat menguasai dunia. Pandangan semacam ini juga berkembang di dunia,
berupa ajaran Hako Ichiu yang dilandasi oleh semangat militerisme dan
fasisme.
Pokok-pokok Pemikiran Haushofer adalah sebagai berikut :
a)
suatu bangsa dalam mempertahankan kelangsungan hidupnya tidak terlepas
dari hokum alam. Hanya bangsa yang unggul (berkualitas) saja yang dapat
bertahan hidup dan terus berkembangan, sehingga hal ini menjurus kea rah
rasialisme.
b) Kekuasaan Imperium Daratan yang kompak akan dapat mengejar kekuasaan Imperium maritime untuk menguasai pengawasan di lautan.
c)
Beberapa Negara besar di dunia akan timbul dan akan menguasai Eropa,
Afrika, dan Asia Barat (yakni Jerman dan Italia). Sementara Jepang akan
menguasai wilayah Asia Timur Raya.
d) Geopolitik dirumuskan
sebagai perbatasan. Ruang hidup bangsa dengan kekuasaan ekonomi dan
social yang rasial mengharuskan pembagian baru kekayaan alam dunia.
Geopolitik adalah landasan ilmiah bagi tindakan politik untuk
memperjuangkan kelangsungan hidupnya dan mendapatkan ruang hidupnya.
Berdasarkan teori yang bersifat ekspansionisme, wilayah dunia
dibagi-bagi menjadi region-region yang akan dikuasai oleh bangsa-bangsa
yang unggul seperti Amerika Serikat, Jerman, Rusia, Inggris, dan Jepang.
4). Geopolitik bangsa Indonesia
Pandangan
geopolitik bangsa Indonesia yang didasarkan pada nilai-nilai Ketuhanan
dan Kemanusiaan yang luhur dengan jelas tertuang di dalam Pembukaan UUD
1945. bangsa Indonesia adalah bangsa yang cinta damai, tetapi lebih
cinta kemerdeklaan. Bangsa Indonesia menolak segala bentuk penjajahan,
karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan.
Oleh
karena itu, bangsa Indonesia juga menolak paham ekspansionisme dan adu
kekuatan yang berkembang di Barat. Bangsa Indonesia juga menolak paham
rasialisme, karena semua manusia mempunyai martabat yang sama, dan semua
bangsa memiliki hak dan kewajiban yang sama berdasarkan nilai-nilai
Ketuhanan dan Kemanusiaan yang universal.
Dalam hubungan
internasional, bangsa Indonesia berpijak pada paham kebangsaaan atau
nasionalisme yang membentuk suatu wawasan kebangsaan dengan menolak
pandangan Chauvisme. Bangsa Indonesia selalu terbuka untuk menjalin
kerjasama antar bangsa yang saling menolong dan saling menguntungkan.
Semua ini dalam rangka ikut mewujudkan perdamaian dan ketertiban dunia.
b. Geostrategi
Strategi
adalah politik dalam pelaksaan, yaitu upaya bagaimana mencapai tujuan
atau sasaran yang ditetapkan sesuai dengan keinginan politik. Karena
strategi merupakan upaya pelaksaan, maka strategi pada hakikatnya
merupakan suatu seni yang implementasinya didasari oleh intuisi,
perasaan dan hasil pengalaman. Strategi juga dapat merupakan ilmu yang
langkah-langlkahnya selalu berkaitan dengan data atau fakta yang ada.
Seni dan ilmu digunakan sekaligus untuk membina atau mengelola sumber
daya yang dimiliki dalam suatu rencana dan tindakan.
Sebagai
contoh pertimbangan geostrategis untuk Negara dan bangsa Indonesia
adalah kenyataan posisi silang Indonesia dari berbagai aspek, disamping
aspek geografi juga aspek-aspek demografi, ideology, politik, ekonomi,
social budaya, dan hankam.
Strategi biasanya menjangkau masa
depan, sehingga pada umumnya strategi disusun secara bertahap dengan
memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Dengan demikian
geostrategi adalah perumusan strategi nasional dengan memperhitungkan
kondisi dan konstelasi geografi sebagai factor utamanya.
3. Perkembangan wilayah Indonesia dan Dasar Hukumnya
a. Sejak 17 Agustus 1945 sampai dengan 13 Desember 1957
Wilayah
Negara Republik Indonesia ketika merdeka meliputi wilayah bekas hindia
belanda berdasarkan ketentuan dalam “Teritoriale Zee en Maritieme
Kringen Ordonantie” tahun 1939 tentang batas wilayah laut territorial
Indonesia. Ordonisasi tahun 1939 tersebut menetapkan batas wilayah laut
teritorialsejauh 3 mil dari garis pantai ketika surut, dengan asas pulau
demi pulau secara terpisah-pisah.
Pada masa tersebut wilayah
Negara Indonesia bertumpu pada wilayah daratan pulau-pulau yang
terpisah-pisah oleh perairan atau selat antara pulau-pulau itu. Wilayah
laut territorial masih sangat sedikit karena untuk setiap pulau hanya
ditambah perairan sejauh 3 mil disekelilingnya. Sebagian besar wilayah
perairan dalam pulau-pulau merupakan perairan bebas. Hal ini tentu tidak
sesuai dengan kepentingan keselamatan dan keamanan Negara Kesatuan RI.
b. Dari Deklarasi Juanda (13 Desember 1957) sampai dengan 17 Februari 1969
Pada
tanggal 13 Desember 1957 dikeluarkan deklarasi jJuanda yang dinyatakan
sebagai pengganti Ordonansi tahun 1939 dengan tujuan sebagai berikut :
1) Perwujudan bentuk wilayah Negara Kesatuan RI yang utuh dan bulat.
2) Penentuan batas-batas wilayah Negara Indonesia disesuaikan dengan asas Negara kepulaauan (Archipelagic State Principles)
3) Pengaturan lalu lintas damai pelayaran yang lebih menjamin keselamatan dan keamanan Negara Indonesia
Asas
kepulauan itu mengikuti ketentuan Yurespundensi Mahkamah Internasional
pada tahun 1951 ketika menyelesaikan kasus perbatasan antara Inggris
dengan Norwegia. Dengan berdasarkan asas kepulauan maka wilayah
Indonesia adalah satu kesatuan kepulauan nusantara termasuk
peraiarannyayang utuh dan bulat. Disamping itu, berlaku pula ketentuan
“point to point theory “ untuk menetapkan garis besar wilayah antara
titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar.
Deklarasi Juanda
kemudian dikukuhkan dengan Undang-Undang No. 4/Prp?1960 tanggal 18
Februari 1960 tentang Perairan Indonesia. Sejak itu terjadi perubahan
bentuk wialayh nasional dan cara perhitungannya. Laut territorial diukur
sejauh 12 mil dari titik-titik pulau terluar yang saling dihubungkan,
sehingga merupakan satu kesatuan wilayah yang utuh dan bulat. Semua
perairan diantara pulau-pulau nusantara menjadi laut territorial
Indonesia. Dengan demikian luas wilayah territorial Indonesia yang
semula hanya sekitar 2 juta km2 kemudian bertambah menjadi 5 juta km2
lebih. Tiga per lima wilayah Indonesia berupa perairan atau lautan. Oleh
karena itu, Negara Indonesia dikenal sebagai Negara maritime.
Untuk
mengatur lalu lintas perairan maka dikeluarkan Peraturan Pemerintah
No.8 tahun 1962 tentang lalu lintas damai di perairan pedalaman
Indonesia, yang meliputi :
1) Semua pelayaran dari laut bebas ke suatu pelabuhan Indonesia,
2) Semua pelayaran dari pelabuhan Indonesia ke laut bebas,
3) Semua pelayaran dari dan ke laut bebas dengan melintasi perairan Indonesia.
Pengaturan
demikian sesuai dengan salah satu tujuan Deklarasi Juanda tersebut,
sebagai upaya menjaga keselamatan dan keamanan Negara.
c. Dari 17 Februari 1969 (Deklarasi Landas Kontinen) sampai sekarang
Deklarasi
tentang landas kontinen Negara RI merupakan konsep politik yang
berdasarkan konsep wilayah. Deklarasi ini dipandang pula sebagai upaya
untuk mengesahkan Wawasan Nusantara. Disamping dipandang pula sebagai
upaya untuk mewujudkan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945. konsekuensinya bahwa
sumber kekayaan alam dalam landas kontinen Indonesia adalah milik
eksklusif Negara.
Asas pokok yang termuat di dalam Deklarasi tentang landas kontinen adalah sebagai berikut :
1) Segala sumber kekayaan alam yang terdapat dalam landasan kontinen Indonesia adalah milik eksklusif Negara RI
2)
Pemerintah Indonesia bersedia menyelesaikan soal garis batas landas
kontinen dengan Negara-negara tetangga melalui perundingan
3)
Jika tidak ada garis batas, maka landas kontinen adalah suatu garis yang
di tarik ditengah-tengah antara pulau terluar Indonesia dengan wilayah
terluar Negara tetangga.
4) Claim tersebut tidak mempengaruhi sifat serta status dari perairan diatas landas kontinen Indonesia maupun udara diatasnya.
Demi
kepastian hokum dan untuk mendukung kebijaksanaan Pemerintah, asas-asas
pokok tersebut dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 1 tahun 1973
tentang Landas Kontinen Indonesia. Disamping itu UU ini juga memberi
dasar bagi pengaturan eksplorasi serta penyidikan ilmiah atas kekayaan
alam di landas kontinen dan masalah-masalah yang ditimbulkannya.
d. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE)
Pengumuman
Pemerintah Negara tentang Zona Ekonomi Eksklusif terjadi pada 21 Maret
1980. Batas ZEE adalah sekitar 200 mil yang dihitung dari garis dasar
laut wilayah Indonesia. Alasan-alasan yang mendorong pemerintah
mengumumkan ZEE adalah :
1) Persediaan ikan yang semakin terbatas
2) Kebutuhan untuk pembangunan nasional Indonesia
3) ZEE memiliki kekuatan hokum internasional
Melalui
perjuangan panjang di forum Internasional, akhirnya Konferensi PBB
tentang Hukum Laut II di New York 30 April 1982 menerima “The United
Nation Convention on the Law of the sea” (UNCLOS), yang kemudian
ditandatangani pada 10 Desember 1982 di Montego Bay, Jamaica oleh 117
negara termasuk Indonesia. Konvensi tersebut mengakui atas asas Negara
Kepualauan serta menetapkan asas-asas pengukuran ZEE. Pemerintah dan DPR
RI kemudian menetapkam UU No.5 tahun 1983 tentang ZEE, serta UU No. 17
tahun 1985 tentang Ratifikasi UNCLOS. Sejak 3 Februari 1986 indonesia
telah tercatat sebagai salah satu dari 25 negara yang telah
meratifikasinya.
D. Unsur-Unsur Dasar wawasan Nusantara
1. Wadah
Wawasan Nusantara sebagai wadah meliputi tiga komponen yaitu:
a. Wujud wilayah
Batas
ruang lingkup wilayah nusantara ditentukan oleh lautan yang didalamnya
terdapat gugusan ribuan pulau yang saling dihubungkan oleh dalamnya
perairan. Baik laut maupun selat serta di atasnya merupakan satu
kesatuan ruang wilayah. Oleh karena itu nusantara dibatasi oleh lautan
dan daratan serta dihubungkan oleh perairan dalamnya. Sedangkan secara
vertikal ia merupakan suatu bentuk kerucut terbuka ke atas dengan titik
puncak kerucut dipusat bumi.
Letak geografis negara berada di
posisi dunia antar dua samudera dan dua benua. Letak geografis ini
berpengaruh besar terhadap aspek-aspek kehidupan nasional di Indonesia.
Perwujudan wilayah nusantara ini menyatu dalam kesatuan politik,
ekonomi, sosial budaya dan pertahanan keamanan.
b. Tata Inti Organisasi
Bagi
Indonesia, tat inti organiasi negara didasarkan pada UUD 1945 yang
menyangkut bentuk dan kedaulatan negara, kekuasaan pemerintahan, sistem
pemerintahan dan sistem prwakilan. Negara Indonesia adalah negara
kesatuan yang berbentuk Republik. Kedaulatan berada di tangan rakyat
yang dilaksanakan menurut Undang-Undang. Sistem pemerintahannya menganut
sistem presidensial. Presiden memegang kekuasaan pemerintahan
berdasarkan UUD 1945. Indonesia adalah negara hukum (Rechtsstaat) bukan
negara kekuasaan (machsstaat). Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempunyai
kedudukan kuat, yang tidak dapat dibubarkan oleh Presiden. Anggota MPR
merangkap sebagai anggota MPR.
c. Tata Kelengkapan Organisasi
Tata
kelengkapan organisai adalah kesadaran politik dan kesadaran bernegara
yang harus dimiliki oleh seluruh rakyat yang mencakup partai politik,
golongan dan organnisasi masyarakat, kalangan pers serta seluruh paratur
negara.
Senus lapisan masyarakat itu diharapkann dapatt
mewujudkab denokrasi yang secara konstiyusional berdasarkan UUD 1945 dan
secara ideal berdasarkan dasar falsafah Pancasila, dalam berbagai
kegiatan bermasyarakat,berbangsa dan bernegara.
2. Isi wawasan Nusantara
Isi
Wawasan Nusantara tercermin dalam perspektif kehidupan manusia
Indonesian dalam eksistensinya yang meliputi cita-cita bangsa dan asas
manunggal yang terpadu.
a. Cita-cita bangsa Indonesia tertuang di dalam pembukaab UUD 1945 yang meliputi:
1) Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.
2) Rakyat Indonesia yang berkehidupan kebangsaan yng bebas.
3)
Pemerintaahan Negara Indonesia melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesiadan untuk memajukan kesejahteraan umum,
mencerdaskan bangsa dan ikutmmelaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi dan keadilan sosial.
b. Asas keterpaduan semua aspek kehidupan nasional berciri manunggal, utuh menyeluruh yang meliputi:
1) Satu kesatuan wilayah Nusantra yang mencakup daratan, perairan dan digantara secara terpadu.
2) Satu kesatuan politik, dalam arti UUD dan politik peelaksanaannyaserta satu ideologi dan identitas nasional.
3)
Satu kesatuan sosial budaya, dalam arti satu perwujudan masyarakat
Indonesia atas dasar “BhinekaTunggal Ika”, satuu tertib sosil dan satu
tertib hukum.Satu kesatuan ekonomi dengan berdasarkan atas asas usaha
bersama dan asas kekelurgaan dalam satu sistem ekonomi kerakyatan.
4) Satu kestuan pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata)
5) Satu kesatuan kebijakan nasional dalam arti pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang mencakup aspek kehidupan nasional.
3.Tata Laku Wawasan Nusantara Mencakup Dua Segi, Batinniah dan Lahiriah
a. Tata laku batiniah berdaasarkan falsafah bangsa yang membentuksikap mental bangsa yang memilki kekuatan batin.
b.
Tata laku lahiriah merupakan kekuatan yang utuh, dalam arti
kemanunggalan kata dan karya, keterpaduan pembicaraan, pelaksanaan,
pengawasan dan pengadilan.
E. Implementasi wawasan Nusantara
1. Wawasan Nusantara Sebagai Pancaran Falsafah Pancasila
Falsafah
pancasila diyakini sebgagai pandangan hidup bangsa Indonesia yang
sesuai dengan aspirasinya. Keyakinan ini dibuktikan dalam sejarah
perjuangan bangsa Indonesia sejak awal proses pembentukan Negara
kesatuan Republik Indonesia sampai sekarang. Konsep Wawasan Nusantara
berpangkal pada dasar Ketuhanan Yang Maha Esa sebagi sila pertama yang
kemudian melahirkan hakikat misi manusia Indonesia yang terjabarkan pada
sila-sila berikutnya. Wawasan nusantara sebagai aktualisasi falsafah
Pancasila menjadi landasan dan pedoman kelangsungan hidup bangsa
Indonesia.
Dengan demikian wawasan Nusantara menjadi pedoman bagi
upaya mewujudkan kesatuan aspek kehidupan nasional untuk menjamin
kesatuan, persatuan dan keutuhan bangsa, serta upaya untuk mewujudkan
ketertiban dan perdamaian dunia.dan Wawsan Nusantara merupakan konsep
dasar bagi kebijakan dan strategi pembangunan Nasional.
2. Wawasan Nusantara dalam Pembangunan Nasional
a. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu kesatuanPolitik
1) Kebulatan wilayah dengan segalaisinya merupakan modal dan milik bersama bangsa indonesia.
2) Kenaneka ragaman suku, budaya, dan bahasa daerah serta agama yang dianutnya tetap dalam kesatuan bangsa Indonesia .
3)
Secara psikologis, bangsa Indonesia merasa satu pesaudaran, senasib dan
seperjuangan, sebangsa dan setanah air untuk mencapai satu cita-cita
bangsa yang sama.
4) Pancasila merupakan falsafah dan ideologi pemersatu bangsa Indonesia yang membimbing ke arah tujuan dan cita-cita yang sama.
5) Kehidupan politik di seluruh wilayah Nusantara sistem hukun nasional .
6) Seluruh kepulauan Nusantara merupakan satu kesatuan sistem hubungan nasional.
7)
Bangsa Indonesia bersama bangsa-bangsa lain ikut menciptakan ketertiban
dunia dan perdamaian abadi melalui politik luar neeri bebas dan aktif.
b. Perwujudan kepulauan Nusantara sebagai Satu kesatuan Politik
1)
Kekayaan di seluruh wilayah Nusantara, baik potensial maupun efektif,
adalah modal dan milik bangsa untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan di
seluruh wilayah Indonesia secara merata.
2) Tingakt perkembangan
ekonomi harus seimbang dan serasi di seluruh daerah tanpa mengabaikan
ciri khas yang memiliki daerah masing-masing.
3) Kehidupan
perekonomi di seluruh Indonesia diselenggarakan sebagai usaha bersama
dengan asas kekeluargaan dalam sistem ekonomi kerakyatan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
c. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan Sosial budaya
1)
Masyarakat Indonesia adalah satu bangsa yang harus memiliki kehidupan
serasidengan tingkat kemajuan yang merata dan seimbang sesuai dengan
kemajuan bangsa.
2) Budaya Indonesia pada hakikatnya adalah satu
kesatuan dengan coraka ragam budaya yaang menggambarkan kekayaan budaya
bangsa. Budaya Indonesia tidak menolak nilai-nilai budaya asing asalkan
tidak bertentangan dengan nilai-nilai budaya bangsa sendiri dan hasilnya
dapat dinikmati.
d. Perwujudan Kepulauan Nusantara sebagai Satu Kesatuan pertahanan Keamanan
1) Bahwa ancaman terhadap satu pulau satu daerah pada hakikatnya adalah ancaman terhadap seluruh bagsa dan negara.
2)
Tiap-tiap warga negara mempunyai hak dan kewajiban yang sama untuk ikut
serta dalam pertahanan dan keamanan negara dalam rangka pembelaan
negara dan bangsa.
3. Penerapan Wawasan Nusantara
a. Salah
satu manfaat paling nyata dari penerapan wawasan Nusantara, khususnya,
di bidang wilayah, adalah diterimanya konsepsi Nusantara diforum
internasional, sehingga terjaminlah integritas wilayah teriterorial
Indonesia. Laut Indonesia yang semula dianggap bebas menjadi bagian
integral dari wilayah Indonesia. Di samping itu pengakuan terhadap
landas kontinen Indonesia dan ZEE Indonesia menghasilakn pertambahan
luas wilayah yang cukup besar.
b. Pertambahan luas wilayah
sebagai ruang hidup tersebut menghasilkan sumber daya alam yang cukup
besar untuk kesejahteraan bangsa Indonesia.
c. Pertambahan luas wilayah tersebut dapat diterima oleh dunia o nternasional termasuk Negara-negara tetanga.
d.
Penerapan wawasan nusantara dalam pemabangunan Negara di berbagai
bidang tampak pada berbagai proyekpembangunan sarana dan prasarana
komunikasi dan transportasi.
e. Penerapan di bidang sosial budaya
terlihat pada kebijakan untuk menjadikan bangsa Indonesia yang Bhineka
Tungga Ika tetap merasa sebangsa dan setanah air, senasib sepenanggunan
dengan asas pancasila.
f. Penerapan Wawasan Nusantara di bidang
pertahanan keamanan terlihat pada kesiapan dan kewaspadaan seluruh
rakyat melalui Sistem Pertahan keamanan Rakyat semesta untuk menghadapi
berbagai ancaman bangsa dan Negara.
4. Hubungan wawasan Nusantara dan Ketahanan Nasional
Dalam
penyelenggaraan kehidupan nasional agar tetap megarah pada pencapaian
tujuan nasiaonal diperlakuakan suatu landasan dan pedoman yang kokoh
berupa konsepsi wawasan nasional. Wawasan Nasional Indonesia menumbuhkan
dorongan dan rangsangan untuk mewujudkan aspirasi bangsa serta
kepentingan dan tujuan nasional. upaya pencapaian tujuan nasional
dilakukan dengan pembangunan nasional yang juga harus berpedoman pada
wawsan nasional.
Dalam proses pembangunan nasional untuk
pencapaian tujuan nasional selalu menghadapi berbagai kendala dan
ancaman. Untuk mengatasi perlu dibangun suatu kondisi kehidupan nasional
yang disebut katahan nasioanl. Kenerhasilan pembangunan akan
meningkatkan kondisi dinamik kehidupan nasional dalam wujud ketahan
nasional yang tangguh. Sebaliknya, ketahan nasional yang tangguh akan
mendorong pembangunan nasional semakin baik.
Wawasan nasional
bangsa nindonesia adalah wawasan Nusantara yang merupakan pedoman bagi
proses pembangunan nasional menuju tujuan nasional. sedangkan ketahanan
nasional merupakan kondisi yang harus diwujudkan agar proses pencapaian
tujuan nasional tersebut dapat berjalan dengan sukses. Oleh karena itu
perlu adanya suatu konsepsi Ketahanan Nasional yang sesuai dengan
karakteristik bangsa Indonesia.
Secara ringkas dapt dikatakan
bahwa wawasan nusantara dan ketahan nasional merupakan konsepsi yang
saling mendukung antara sebgai pedoman bagi penyelenggaraan kehidupan
berbangsa dan bernegara agar tetap jaya dan berkembang seterusnya.
2. Studi Kasus terkait Geopolitik Indonesia.
A. Ambalat, Diplomasi Vs Konfrontasi
AMBALAT
kembali mencuri perhatian. Kapal perang Malaysia berkali- kali
melanggar teritori Indonesia dan diusir armada angkatan laut kita.
Mencuat pada 2005, mengapa krisis Ambalat kembali terjadi? Apa solusi
terbaiknya? Ambalat adalah sebuah gugus pulau di sekitar 118.2558 Bujur
Timur (BT)-118.254167 BT dan 2.56861 Lintang Utara (LU)- 3.79722 LU yang
terletak di perairan Laut Sulawesi, sebelah timur Pulau Kalimantan
Timur. Sengketa Ambalat Indonesia-Malaysia menyeruak karena klaim
kepemilikan. Pada 2005, krisis Ambalat ditandai dengan show of force
kedua angkatan bersenjata, penembakan kapal nelayan kita oleh Malaysia,
dan aneka aksi demonstrasi mengecam Malaysia. Ambalat disebut sebagai
wilayah Republik Indonesia (RI) sesuai Undang-undang No 4 Tahun 1960
tentang Perairan RI yang telah sesuai dengan konsep hukum Negara
Kepulauan (Archipelagic State). Undang-undang ini telah diakui dalam
Konvensi PBB tentang Hukum Laut (United Nations Convention on the Law of
the Sea/UNCLOS) ditetapkan dalam Konferensi III PBB di Montego Boy,
Jamaika, 10 Desember 1982. Konvensi ini kemudian diratifikasi oleh
Indonesia dengan Undang-undang No 17 Tahun 1985 tentang pengesahan
UNCLOS.
Malaysia mengklaim Ambalat sebagai wilayah kedaulatannya
sesuai dengan peta wilayah yang dibuat Malaysia pada 1979. Peta itu
didasarkan pada The Convention on The Territorial Sea and the Contiguous
zone 1958 dan The Continental Self Convention 1958.
Peta Laut
1979 tersebut juga telah memasukkan Pulau Sipadan dan Ligitan ke dalam
wilayah Malaysia. Malaysia memberi Ambalat (wilayah XYZ) kepada Shell
atas dasar perjanjian bagi hasil (Production Sharing Contract ) pada 16
Februari 2005.
Masalah Penting
Masalah Ambalat menjadi penting
bagi Indonesia karena setidak-tidaknya ia mencakup tiga dari empat
variabel kepentingan nasional. Pertama, dari sisi keamanan nasional, ada
masalah penjagaan integritas wilayah nasional yang cukup sensitif. Bagi
kaum realisme politik internasional, masalah- masalah keamanan nasional
semacam ini justru menjadi fokus utama kebijakan negara. Pengamat
militer, Andi Wijayanto dalam wawancara TVOne (27/5/09) menyatakan,
langkah Malaysia sejatinya bisa dimaknai sebagai upaya ingin menguji
kedaulatan efektif kita atas Ambalat.
Kedua, ada persoalan citra
dan harga diri bangsa karena perasaan terlecehkan sebagai negara
berdaulat dengan manuver angkatan laut Malaysia. Ini berakumulasi dengan
memori kehilangan kita atas Sipadan dan Ligitan, aneka kasus kekerasan
pada TKI, klaim Malaysia atas Lagu ”Rasa Sayange”, reog dan batik
misalnya. Artinya para patriot dan nasionalis menginginkan bahwa harga
diri kita harus tegak sebagai bangsa berdaulat.
Ketiga ada
ancaman bagi kesejahteraan ekonomi karena potensi ekonomi dari minyak
Ambalat ditakutkan jatuh ke pihak luar. Pakar ekonomi minyak Dr Kurtubi
pada 2005 menyatakan secara kasar Ambalat memiliki cadangan migas
seharga 40 miliar dolar AS. Tentu, nilai ini cukup signifikan jika bisa
masuk ke kas negara kita
Dengan ketiga kepentingan nasional
tersebut, maka pilihan instrumen politik luar negeri yang tersedia
adalah diplomasi atau konfrontasi. Namun diplomasi memiliki beberapa
kelebihan. Pertama, pada tataran praktik, secara nyata telah ada upaya
diplomasi sejak 2005 yang dijalankan kedua negara untuk menyelesaikan
Ambalat. Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono (20/5/09) juga menyatakan
perundingan Ambalat masih berlangsung. Artinya pilihan penyelesaian
diplomatik adalah yang paling rasional meski harus dikawal.
Komunikasi Diplomatik
Penyelesaian
diplomatik dimulai dengan pembukaan komunikasi diplomatik Indonesia
dengan Malaysia (keterangan pers Departemen Luar Negeri, Jumat 4 Maret
2005). Malaysia menjawab pada 25 Februari 2005 dengan menyampaikan
pandangan mereka bahwa wilayah itu adalah wilayahnya. Presiden SBY
kemudian berkomunikasi dengan Perdana Menteri Malaysia Abdullah Ahmad
Badawi melalui telepon Senin 8 Maret 2005 sebelum meninjau Ambalat.
Pembicaraan berlangsung konstruktif untuk menyelesaikan masalah dengan
baik dan Badawi pun akan mengirimkan Menteri Luar Negeri Malaysia untuk
mengunjungi Indonesia.
Diplomasi memasuki babak baru setelah
Menlu Malaysia Syed Hamid Albar bertemu dengan Menlu RI Hasan Wirajuda
di Jakarta (9/3/2005) bahkan diterima oleh Presiden SBY. Dalam pertemuan
antarmenlu telah disepakati bahwa kedua belah pihak akan membentuk tim
teknis yang akan melakukan perundingan ke arah penyelesaian Blok
Ambalat. Pertemuan ”penyelesaian diplomasi” pertama dilakukan pada 22
dan 23 Maret 2005. Pertemuan tim teknis Indonesia-Malaysia dilanjutkan
di Langkawi pada 25-26 Mei, di Yogyakarta 25-26 Juli, di Johor Baru pada
27-28 September 2005 dan Desember 2005.
Namun hingga 2006
masalah sengketa Blok Ambalat antara Malaysia dan Indonesia masih dalam
proses perundingan oleh kedua negara dan belum ada penyelesaian yang
dapat diterima oleh kedua negara. Dalam pertemuan bilateral antara PM
Abdullah Ahmad Badawi dengan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Gedung
Negara Tri Arga, Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 12-13 Januari 2006
telah disepakati bahwa, sengketa Blok Ambalat akan terus diselesaikan
secara perundingan.
Kedua, secara moral penyelesaian diplomasi
lebih dipilih karena diplomasi merupakan instrumen politik luar negeri
yang beradab, murah, dan terukur. Konfrontasi dan perang semakin banyak
dicibir karena tidak hanya mahal tetapi juga karena efek rusaknya yang
sulit terkontrol. Yang menyedihkan adalah analisa bahwa dari sisi
Alutsista kita akan kalah. Perintah untuk tidak mengeluarkan tembakan
dari kapal perang kita da cukup mengusir kapal Malaysia cukup bijaksana.
Alasan lain, Indonesia dan Malaysia adalah tetangga serumpun yang ada
dalam kerangka ”the ASEAN Way” dalam penyelesaian aneka sengketa yang
ada.
Fase Diplomasi
Alur penyelesaian diplomatik yang telah
disepakati sendiri mencakup dua fase. Fase pertama adalah pembicaraan
untuk mengeksplorasi dan mengetahui posisi masing-masing negara atas
klaimnya di Blok Ambalat. Fase kedua adalah bagaimana kedua negara bisa
menyepakati jalan keluar dari klaim tumpang tindih atas Blok Ambalat.
Jalan keluar ini ada tiga alternatif. Satu, negara yang bersengketa
tidak menyepakati solusi dan membiarkan permasalahan ini tidak
terselesaikan (baca: mengambang) dengan catatan negara yang bersengketa
menyepakati suatu status quo. Dua, negara yang bersengketa tidak
menyepakati batas, tetapi bersepakat untuk melakukan pengelolaan
bersama. Tiga, negara yang bersengketa sepakat untuk membawa sengketa
mereka ke forum penyelesaian sengketa. Alur penyelesaian diplomatik yang
telah disepakati sendiri mencakup dua fase. Fase pertama adalah
pembicaraan untuk mengeksplorasi dan mengetahui posisi masing-masing
negara atas klaimnya di Blok Ambalat. Fase kedua adalah bagaimana kedua
negara bisa menyepakati jalan keluar dari klaim tumpang tindih atas Blok
Ambalat.
Jika diplomasi gagal maka krisis bisa kembali terjadi
kapan saja. Konfrontasi akan sangat kontra produktif bagi hubungan
bilateral, maupun stabilitas regional ASEAN ke depan. Krisis dan
konfrontasi juga akan berakibat perluasan spektrum politik luar negeri
tidak lagi semata menjadi pembahasan para elite decision makers tetapi
meluas merambah ke wilayah keterlibatan publik. Ini tentu saja positif
dalam konteks demokratisasi politik luar negeri agar kebijakan yang
diambil accountable terhadap rakyat.
Tetapi sayang, mencermati
krisis terdahulu, keterlibatan publik lebih cenderung mengarah kepada
ekspresi emosi, kemarahan, sweeping, ajakan berperang, penggalangan
relawan dan sebagainya. Padahal eloknya keterlibatan itu lebih terarah
kepada pernyataan sikap, artikulasi kepentingan, maupaun aksi yang
rasional dan terukur.
Penyelesaian Ambalat membutuhkan tidak
hanya tekad dan upaya diplomasi bilateral berkelanjutan tetapi juga
sikap saling respek untuk tidak melakukan provokasi. Selagi diplomasi
masih bergulir, provokasi dan pelanggaran teritori tentu berbahaya. Bagi
Indonesia, diplomasi juga harus dikawal dengan menunjukkan kewibawaan,
kekuatan dan ketegasan. Kaum realis mengatakan, ‘’Jika ingin damai
bersiaplah untuk berperang’’ (if you want peace, prepare for war).
B. Tanggapan dan Beberapa Solusi Mengenai Kasus Ambalat
Pendahuluan
Malaysia
dan Indonesia adalah dua negara tetangga yang sangat dekat, bukan hanya
dari segi letak geografis tetapi dari segi budaya dan asal-usul
bangsanya. Akan tetapi, walau serumpun dengan bahasa yang mirip,
hubungan kedua negara tidak bisa dikatakan selalu rukun dan manis.
Sejarah kedua bangsa pernah dihiasi tinta hitam peperangan, yang dikenal
dengan Konfrontasi Malaysia Indonesia pada tahun 1962-1965. Beberapa
kasus sengketa perbatasan wilayah pun pernah terjadi antara keduanya.
Kasus
yang paling baru, dan yang menjadi pembicaraan hangat beberapa bulan
belakangan ini adalah sengketa kedua negara mengenai blok migas di
perairan Ambalat di wilayah Sulawesi. Sengketa ini menjadi berita hangat
yang menghiasi media massa, di Indonesia khususnya. Melalui makalah ini
kami ingin mencoba melihat bagaimana sengketa ini diselesaikan jika
memakai pemikiran Donald W. Shriver dalam bukunya An Ethics for Enemis:
Forgiveness in Politics, dan tujuh langkah menciptakan perdamaian
menurut Glenn Stassen dalam bukunya Just Peacemaking: transforming
initiatives for
Justice and Peace
Pokok Masalah : Perairan Ambalat di Laut Sulawesi
Masalah
antara Indonesia dan Malaysia seputar blok Ambalat mengemuka ketika
terbetik kabar bahwa pemerintah Malaysia melalui perusahaan minyak
nasionalnya, Petronas, memberikan konsesi minyak (production sharing
contract) kepada perusahaan minyak Shell, atas cadangan minyak yang
terletak di Laut Sulawesi (perairan sebelah timur Kalimantan).
Pemerintah Indonesia mengajukan protes atas hal ini karena merasa bahwa
wilayah itu berada dalam kedaulatan negara Indonesia.
Sebenarnya
klaim Malaysia terhadap cadangan minyak di wilayah itu sudah diprotes
Indonesia sejak tahun 1980, menyusul diterbitkannya peta wilayah
Malaysia pada tahun 1979. Peta tersebut mengklaim wilayah di Laut
Sulawesi sebagai milik Malaysia dengan didasarkan pada kepemilikan
negara itu atas pulau Sipadan dan Ligitan. Malaysia beranggapan bahwa
dengan dimasukkannya Sipadan dan Ligitan sebagai wilayah kedaulatan
Malaysia, secara otomatis perairan di Laut Sulawesi tersebut masuk dalam
garis wilayahnya. Indonesia menolak klaim demikian dengan alasan bahwa
klaim tersebut bertentangan dengan hukum internasional.
Untuk
memperjelas pokok permasalahan mengenai sengketa wilayah ini, kutipan
dari tulisan Melda Kamil Ariadno, Pengajar Hukum Laut Fakultas Hukum UI,
Ketua Lembaga Pengkajian Hukum Internasional (LPHI) FHUI, yang dimuat
di Kompas, 8 Maret 2005, dapat membantu.
Aksi dan Reaksi Yang Ditimbulkan
Walaupun
pemerintah Indonesia dan Malaysia berulang kali menegaskan bahwa
penyelesaian dengan cara kekerasan bukanlah pilihan yang mau diambil,
dan kedua pihak akan mengedepankan dialog melalui jalur-jalur diplomasi,
masalah ini berkembang menjadi perdebatan seru karena kedua pihak
sama-sama kukuh pada pendiriannya. Malaysia melalui Perdana Menteri
Abdullah Badawi dan Menlu Syeh Hamid Albar menegaskan bahwa pihaknya
tidak salah dalam melakukan uniteralisasi peta 1979, dan bahwa konsesi
yang diberikan Petronas kepada Shell di perairan Laut Sulawesi berada di
wilayah
teritorial Malaysia. Sementara pemerintah Indonesia melalui
pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan Deplu, TNI, maupun presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, menegaskan bahwa Indonesia tidak akan
melepaskan wilayah itu karena wilayah itu merupakan kedaulatan penuh
Indonesia. Tentang hal itu jurubicara TNI AL, Laksamana Pertama Abdul
Malik Yusuf mengatakan kepada Asia Times, “We will not let an inch of
our land or a drop of our ocean fall into the hands of foreigners.”
Di
Indonesia masalah ini kemudian menjadi santapan media massa dan
memancing reaksi keras dari berbagai kalangan masyarakat. Sentimen
anti-Malaysia dengan slogan “Ganyang Malaysia” pun lalu berkumandang.
Kedutaan Besar dan Konsulat-konsulat Malaysia tiba-tiba disibukkan
dengan aksi unjuk rasa berbagai elemen masyarakat yang mengecam sikap
Malaysia itu. Di beberapa daerah aksi tersebut diwarnai dengan
pembakaran bendera Malaysia dan penggalangan sukarelawan “Front Ganyang
Malaysia.” Pihak DPR-RI pun bersuara keras meminta pemerintah bertindak
tegas atas
pelanggaran terhadap wilayah kedaulatan RI di Laut
Sulawesi. Di wilayah yang dipersengketakan pun ketegangan-ketegangan
terjadi antara tentara Malaysia dengan TNI. TNI menggelar pasukan dan
kapal-kapal perangnya di wilayah tersebut, yang dikatakan untuk
mengimbangi kapal-kapal perang Malaysia yang sudah lebih dulu ada di
sana. Bahkan di Pulau Sebatik, yang berbatasan darat dengan Malaysia,
TNI dan Tentara Diraja Malaysia saling mengarahkan moncong senjatanya,
dan konon saling ejek pun kerap terjadi. Kapal-kapal perang Malaysia
diberitakan mengganggu pembangunan mercusuar di atol Karang Unarang,
bahkan sempat menangkap dan menyiksa seorang pekerjanya. Saling
intimidasi antara kapal-kapal perang Malaysia dan kapal-kapal TNI AL
terjadi tiap hari. Yang paling parah terjadi pada tanggal 8 April 2005,
ketika KRI Tedong Naga saling serempet dengan KD Rencong di dekat Karang
Unarang.
Insiden serempetan dua kapal perang itu kembali
menghangatkan suasana, padahal sebelumnya pada tanggal 22-23 Maret 2005,
telah diadakan pertemuan teknis antara perwakilan kedua negara untuk
mencari solusi yang damai. Menlu Malaysia pun telah diterima presiden,
dan beberapa anggota DPR RI pun telah menemui PM Malaysia, untuk
membicarakan langkah-langkah diplomasi. Kedua pemerintahan juga sudah
sepakat melanjutkan dialog berkala setiap dua bulan.
Analisis Masalah : “Forgiveness” dan “Just Peacemaking”
Untuk
mencari alternatif jalan keluar bagi masalah ini, kami akan memulai
dengan melihat bagaimana reaksi sangat keras muncul dari masyarakat
Indonesia terhadap isu ini. Padahal di Malaysia, menurut Menlu Malaysia
dalam wawancaranya dengan Gatra, masyarakatnya tenang-tenang saja dan
menyerahkan persoalan sepenuhnya di tangan pemerintah. Memakai pemikiran
Shriver dalam bukunya An Ethics for Enemis: Forgivenessin Politics ,
reaksi keras semacam ini bisa dikatakan sebagai akibat memori kolektif
sejarah ‘kekalahan’ Indonesia terhadap Malaysia. Memori masa konfrontasi
dengan Malaysia di zaman Sukarno, dan kemudian kekalahan Indonesia dari
Malaysia dalam kasus Sipadan-Ligitan di Mahkamah Internasional, serta
merta membangkitkan kemarahan kolektif juga ketika Malaysia diberitakan
‘berulah’ lagi. Hal ini bisa dilihat dari porsi demikian besar yang
diberikan media terhadap masalah ini. Selain itu terlihat juga melalui
komentar-komentar yang dilontarkan, bukan hanya oleh masyarakat biasa,
tetapi juga oleh para politisi. Banyak yang mendorong pemerintah untuk
bersikap keras, bahkan Zaenal Ma’arif, seorang politisi dari Partai
Bintang Reformasi (PBR) meminta pemerintah untuk segera menyatakan
perang melawan Malaysia.
Bila ditarik lebih jauh lagi, memori
kolektif ‘kekalahan’ terhadap Malaysia ini bisa dikaitkan juga dengan
kenyataan bahwa jutaan orang Indonesia mengadu nasib sebagai pekerja
kelas rendahan di Malaysia. Rasa rendah diri sebagai bangsa bisa jadi
tanda disadari telah tertanam dalam memori kolektif bangsa, sehingga
ketika ada gejolak sedikit saja, rasa ‘terinjak-injak’ itu begitu kuat.
Namun demikian, kami menyadari juga bahwa untuk menelusuri memori
kolektif ini, diperlukan penelitian lanjut yang lebih mendalam. Akan
tetapi, dengan memperhatikan gejala-gejala yang ada, yaitu dalam reaksi
keras masyarakat Indonesia, setiap kali terjadi ‘persinggungan’ dengan
Malaysia , kami berpendapat bahwa langkah awal untuk menyelesaikan
masalah dengan Malaysia untuk jangka panjang adalah dengan menelusuri
dan mengungkapkan memori kolektif itu. Tanpa itu dilakukan, hubungan
kedua bangsa yang bertetangga dan bersaudara serumpun ini, akan terus
mengalami gejolak seperti yang terjadi belakangan ini.
Selain
mencermati reaksi keras masyarakat Indonesia, langkah berikutnya adalah
mencermati tindakan Malaysia melakukan klaim atas blok Ambalat ini.
Memang informasi yang dapat dikumpulkan tentang hal ini tidak begitu
banyak, karena pemerintah Malaysia maupun media Malaysia kelihatannya
tidak terlalu membicarakan hal ini dengan terbuka. Akan tetapi, kami
tertarik melihat sikap Malaysia yang terlihat begitu enteng dalam
melakukan klaim, dan juga begitu yakin akan posisinya.
PM
Malaysia ketika ditanya tentang protes Indonesia terhadap klaim Malaysia
dengan enteng menyampaikan bahwa konsesi yang diberikan Petronas kepada
Shell di perairan Laut Sulawesi berada di wilayah teritorial Malaysia.
“Petronas pasti mengerti bahwa wilayah itu adalah wilayah Malaysia
karena jika itu wilayah orang lain, untuk apa Petronas sampai ke sana.”
Malaysia
juga begitu yakin dengan pendiriannya menarik batas wilayah dengan
memakai asas titik pulau terluar, yang berlaku bagi negara kepulauan,
padahal Malaysia bukan termasuk Negara kepulauan. Bila memakai prinsip
ini, maka terlihat bahwa klaim Malaysia tidak hanya akan mencakup
perairan Ambalat saja, tetapi bisa jauh masuk ke dalam wilayah perairan
antara Kalimatan bagian Timur dan Sulawesi Utara bagian Barat.
Sikap
enteng Malaysia ini oleh beberapa pihak diduga karena Malaysia
menganggap masalah ini hanya masalah sumber daya alam. Sementara bagi
Indonesia sengketa Ambalat bukanlah sekadar sengketa untuk mendapatkan
sumber daya alam. Blok Ambalat merupakan wujud dari wilayah kedaulatan
Indonesia. Kehilangan blok Ambalat berarti kehilangan sebagian wilayah
kedaulatan. Bahkan blok Ambalat bisa menjadi taruhan bagaimana Indonesia
mempertahankan kedaulatannya di wilayah yang dipersengketakan oleh
negara lain. Rakyat di Indonesia melihat sengketa blok Ambalat lebih
sebagai masalah kedaulatan dan harga diri bangsa ketimbang sekadar
perebutan potensi sumber daya alam.
Dengan mengadopsi tujuh
langkah penciptaan perdamaiannya Glenn Stassen, apa yang dilakukan
Malaysia ini jelas-jelas bukan langkah untuk menciptakan perdamaian.
Karena itu adalah tidak ada artinya sama sekali ketika Menlu Malaysia
mengatakan bahwa pihaknya siap berunding dengan pihak-pihak yang merasa
dirugikan oleh klaimnya.
Langkah pertama dalam penciptaan
perdamaian menurut Stassen adalah menetapkan keamanan bersama (affirm
common security), dengan membangun tatanan yang damai dan adil bagi
semua pihak. Penetapan batas wilayah dengan membuat peta secara sepihak,
dengan memakai pertimbangan menurut pengertian sepihak, seperti yang
dilakukan oleh Malaysia, adalah tindakan yang bisa dianggap kebalikan
dari langkah ini. Penetapan batas wilayah seperti itu justru
menggoyahkan keamanan bersama, bahkan menciptakan ancaman bagi pihak
yang lain. Ketika ancaman sudah terjadi, dialog yang mau diadakan pun
akan menjadi lebih sulit untuk dijalankan dengan baik. Ini terlihat
dalam pertemuan teknis Malaysia-Indonesia membahas masalah Ambalat yang
diadakan di Bali tanggal 22-23 Maret lalu. Pertemuan itu berakhir tanpa
hasil apa-apa, karena kedua pihak tetap pada pendirian masing-masing.
Karena
dalam kasus ini ancaman sudah terjadi, dan tatanan yang damai dan adil
digoyahkan, langkah kedua yang dianjurkan Stassen perlu diperhatikan
baik-baik. Itu adalah mengambil inisiatif lebih dulu untuk perdamaian
(take independent initiatives). Dalam kasus ini, pihak yang manakah yang
mengambil inisiatif lebih dulu untuk menyelesaikan masalah? Pemerintah
Indonesia menyatakan bahwa telah mengupayakan dialog atas klaim Malaysia
ini sejak lama, yaitu sejak tahun 1980, tetapi tidak mendapat tanggapan
berarti, sampai kasusnya menjadi besar karena diberikannya konsesi
kepada Shell oleh Petronas Malaysia.
Pemerintah Malaysia melalui
Menlunya mengatakan bahwa justru Indonesialah yang melakukan inisiatif
provokatif, dengan membangun mercusuar di atol Karang Unarang yang
diklaim Malaysia sebagai wilayahnya, sedangkan Malaysia selalu siap
untuk berunding. Hanya pertanyaan yang diajukan pihak Indonesia adalah
berunding dengan kondisi seperti apa? Apakah dengan kondisi melakukan
pengakuan implisit akan klaim Malaysia lebih dulu (dengan tidak memasuki
lagi wilayah yang sudah diklaim Malaysia)? Pemerintah Indonesia
bersikukuh dialog dilakukan dengan tetap membangun mercusuar itu, karena
itu termasuk wilayahnya. Jalan tengah yang bisa ditawarkan adalah
dengan membiarkan wilayah itu menjadi wilayah tak bertuan untuk
sementara, sampai ditemukan titik temu melalui dialog. Namun, melihat
perkembangan yang ada sekarang. Kelihatannya pilihan status quo itu juga
enggan untuk diterima.
Akan tetapi, ada langkah ketiga menurut
Stassen, yaitu Talk to your enemy. Bicaralah, lakukan
negosiasi/perundingan, cari jalan keluar dengan memakai metode-metode
penyelesaian konflik Tentang hal ini, sudah dilakukan satu kali dan
belum berhasil. Namun dijanjikan untuk bertemu kembali bulan Mei, dan
kita harus menunggu.
Sambil menunggu, langkah keempat mungkin
bisa dilakukan. Itu adalah mengutamakan hak asasi manusia dan keadilan.
Penyelesaian konflik yang sudah terjadi harus mengingat hal ini.
Kampanye-kampanye anti Malaysia dengan semangat berperang seperti
membentuk Front Ganyang Malaysia, merekrut sukarelawan yang siap membela
tanah air melawan Malaysia, harus ditinggalkan. Perang hanya akan
meninggalkan kesengsaraan. Pengalaman konfrontasi berdarah di masa
Soekarno seharusnya menjadi pelajaran. Banyak jiwa yang melayang dan
perekonomian negara pun morat marit karenanya. Yang harus dikampanyekan
adalah bagaimana menyembuhkan luka-luka bersama akibat
memori kolektif tadi itu.
Selain
itu, satu hal lain yang harus diperhatikan pemerintah Indonesia adalah
meningkatkan perhatiannya terhadap wilayah-wilayah terluar Indonesia.
Sudah lama wilayah-wilayah perbatasan seperti di ujung Barat Sumatera,
ujung Utara Sulawesi, ujung Selatan Timor, dan ujung Timur Papua,
menjadi ‘anak terlantar’. Perhatian melalui pembangunan fasilitas sosial
bagi masyarakat di wilayah-wilayah ini sangat penting. Sipadan dan
Ligitan ditetapkan sebagai wilayah Malaysia oleh Mahkamah Internasional
di tahun 1998 juga karena kedua wilayah itu tidak pernah ‘disentuh’ oleh
Indonesia, namun dibangun dan dikelola oleh Malaysia.
Langkah
kelima dan keenam, yang menurut kami masih berkaitan erat adalah Memutus
lingkaran setan kekerasan, turut serta dalam penciptaan perdamaian dan
Mengakhiri propaganda saling menyalahkan, termasuk memberikan
kompensasi/ganti rugi kepada yang dirugikan. Langkah-langkah ini sangat
penting, dan dalam kasus Malaysia dan Indonesia, menurut saya kedua
bangsa harus menoleh bersama ke belakang, sejarah konflik yang pernah
terjadi antara kedua bangsa harus diungkapkan, dan kemudian mencari
jalan untuk mengakhiri semua kecurigaan satu dengan yang lain .Kedua
langkah ini terkait erat dengan teori Shriver, “mengungkapkan untuk
mengingat kejahatan yang sudah dilakukan, dan kemudian mengampuni.”
Kemudian
langkah yang terakhir adalah bekerja bersama-sama untuk menyelesaikan
konflik ini dengan transparan dan terbuka. Semua upaya untuk
pengungkapan masalah dilakukan dengan jujur dan terbuka untuk kedua
bangsa. Kami tidak setuju dengan pendapat Menlu Malaysia yang mengatakan
bahwa masalah ini hanya masalah teknis sehingga masyarakat Malaysia
tidak perlu tahu. Ini hanya urusan dua pemerintahan.
Proses
negosiasi, kemajuan-kemajuan dan hambatan-hambatannya harus dibuat
terbuka kepada publik, sehingga publik bisa turut berpartisipasi dengan
menyumbangkan opininya.